Sabtu (25/10) dini hari, ribuan warga bersama sejumlah paguyuban dan abdi dalem melakukan ritual Mubeng Beteng dalam memeringati pergantian tahun, yang dalam kalender Jawa disebut Satu Suro sedangkan dalam Islam adalah 1 Muharam. Bersama-sama, mereka melakukan ritual Mubeng Beteng, berkidung, dan diakhiri dengan rebutan dua gunungan yang telah disiapkan.
Upacara ini selalu diperingati tiap tahun di Kraton Jogjakarta. Tiap tahun pula kebudayaan ini dinilai syirik oleh sebagian orang. Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jogjakarta, KRT Kamaludiningrat kembali menegaskan bahwa ritual ini bukan syirik. Sebab, semua yang dilakukan dalam upacara tersebut ditujukkan dan diakhiri permintaan pada Tuhan, bukan pada jin atau lelembut.
“Ini adalah kegiatan kebudayaan, bukan syirik. Semua yang dilakukan dalam upacara ini beresensi meminta pengampunan pada Tuhan sehingga selama setahun ke depan makin baik. Jadi bukan syirik,” tegasnya, Jumat (24/10) kemarin.
Ia menambahkan bahwa terdapat makna filosofis yang diambil dari islam dari ritual malam satu suro. Salah satunya adalah mubeng beteng yang dimaknai sebagai hijaah Nabi Muhammad. “Malam 1 Suro, di Kraton, ditandai dengan membacakan kidung pengharapan, baik untuk keluarga Kraton, warga Jogja, dan bangsa Indonesia. Setelah itu dilakukan laku prihatin yaitu ubeng Beteng yang sesuai makna hijrah Nabi,” ujarnya.
Upacara ini selalu diperingati tiap tahun di Kraton Jogjakarta. Tiap tahun pula kebudayaan ini dinilai syirik oleh sebagian orang. Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jogjakarta, KRT Kamaludiningrat kembali menegaskan bahwa ritual ini bukan syirik. Sebab, semua yang dilakukan dalam upacara tersebut ditujukkan dan diakhiri permintaan pada Tuhan, bukan pada jin atau lelembut.
“Ini adalah kegiatan kebudayaan, bukan syirik. Semua yang dilakukan dalam upacara ini beresensi meminta pengampunan pada Tuhan sehingga selama setahun ke depan makin baik. Jadi bukan syirik,” tegasnya, Jumat (24/10) kemarin.
Ia menambahkan bahwa terdapat makna filosofis yang diambil dari islam dari ritual malam satu suro. Salah satunya adalah mubeng beteng yang dimaknai sebagai hijaah Nabi Muhammad. “Malam 1 Suro, di Kraton, ditandai dengan membacakan kidung pengharapan, baik untuk keluarga Kraton, warga Jogja, dan bangsa Indonesia. Setelah itu dilakukan laku prihatin yaitu ubeng Beteng yang sesuai makna hijrah Nabi,” ujarnya.
Tidak ada komentar: