Keberadaan Rafles yang hanya
sebentar di Indonesia (1811-1816), mampu membawa perubahan yang cukup besar
bagi kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya Yogyakarta. Salah satu sepak
terjang Rafles di Yogyakarta yang hingga saat ini dirasakan dampaknya oleh
masyarakat Yogyakarta adalah Bedhah Keraton Yogyakarta dahulu.
Bedhah Keraton tersebut mengakibatkan
hilangnya semua babad dan naskah dari Gedung Pacarikan yang kemudian dibagikan
kepada pejabat dan perwira tinggi Inggris dan di boyong ke Inggris paska 1816.
Hal tersebut disampaikan Peter
Carey seorang sejarawan Inggris dalam seminar Khasanah Arsip Yogyakarta
Di Masa Thomas Stamford Raffles yang diselnggrakan oleh Badan Perpustakaan
dan ArsipDaerah (BPAD) DIY di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Kamis
(20/11/2014).
Menurut sejerawan yang telah 40
tahun meneliti sejarah Jawa tersebut, dampak dari hilangnya pusaka sastra dari
keraton Yogykarta tersebut juga dirasakan oleh Pangeran Diponegoro.
Dijelesakannya, karena kehilangan
pusaka sastra tersebut pengeran Diponegoro merasa seperti saat membangun
keraton baru di kawasan Beligo Magelang yang harus memulai suatu hal dari awal
kembali.
Sementara itu, juga hadir dalam
seminar tersebut Lead Curator Southeast Asia British Library, Annabel The
Gallop. Dikatakannya, British Library memiliki sekitar 10 ribu buku dan 500
naskah yang berasal dari Indonesia. Dari jumlah tersebut ada 250 naskah Jawa.
“Beberapa waktu yang lalu, saat
rombongan BPAD DIY datang ke British Library mereka mengungkapkan kegembiraanya
karena arsip yang berasal dari Yogyakarta terjaga dan terawat yang baik.
Selain merawat arsip, kami juga
melakukan digitalisasi terhadap arsip yang ada. Tetapi karena keterbatasan
anggaran, baru sedikit arsip yang kami digitalisasikan,” ungkap Annabel.
Tidak ada komentar: