Tahun ini DINAS Kebudayaan DIY dan PKKH UGM akan menggelar kolaborasi Drama Kolosal Sumantri-Sukrasana Njemparing Rasa, Menarik Busur Sejarah Membidik Masa Depan, di Lapangan Grha Sabha Pramana UGM Yogya, Minggu (12/10/2014) pukul 19.30. Pementasan akan dikemas secara outdoor dengan menggabungkan beberapa unsur kesenian, seperti video multimedia, tari, sastra, gamelan, teater, seni tradisi, musik dan sebagainya.
"Sumantri-Sukrasana menyajikan sesuatu yang berbeda dari naskah-naskah drama yang pernah ada sebelumnya. Semua tokoh merefleksikan kehidupan manusia saat ini. Sukrasana adalah simbol dari generasi sekarang. Sebagai manusia jangan hanya nrimo ing pandum, karena kita pernah menjadi bangsa yang besar dengan peradaban yang peninggalannya masih dapat dinikmati hingga saat ini," ungkap Suhamono selaku produser di Dinas Kebudayaan DIY.
Ditambahkan Kepala PKKH UGM, Prof Faruk, naskah mengangkat tema 'Keistimewaan Yogyakarta sebagai Pijakan Pembangunan Karakter Bangsa' ini sudah dipersiapkan sejak pertengahan 2013. Naskah dibuat untuk mengimbangi Solo yang sudah berkali-kali membuat pentas raksasa. Namun, pentas kali ini tetap berupaya menanamkan nilai budaya untuk kebesaran Yogya.
"Drama kolosal ini bercerita tentang generasi muda yang harus menjadi pioner pembaharuan. Di dalamnya terdapat bagian yang menjelaskan suasana Indonesia dari zaman ke zaman, dan gambaran rakyat miskin. Karya ini juga mengingatkan, kalau ingin maju, ya jangan menunggu. Harus bergerak, "gumregah", baik sebagai individu atau DIY secara keseluruhan," tutur koordinator sutradara, Anes Prabu Sudjarwo.
Kasi Rekayasa Budaya bidang Nilai Budaya Disbud DIY, Drs H Agus Amarulloh MA, mengungkapkan, nilai yang bisa dikembangkan dari pentas tersebut adalah nilai kesetiaan, kebenaran, keadilan yang direpresentasikan tokoh-tokoh di dalamnya. Harapannya, generasi muda dapat menyerap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, mengingat di era gobalisasi seperti sekarang, nilai tersebut dibutuhkan untuk kembali membangun semangat gotong royong dan kebersamaan.
"Sumantri-Sukrasana menyajikan sesuatu yang berbeda dari naskah-naskah drama yang pernah ada sebelumnya. Semua tokoh merefleksikan kehidupan manusia saat ini. Sukrasana adalah simbol dari generasi sekarang. Sebagai manusia jangan hanya nrimo ing pandum, karena kita pernah menjadi bangsa yang besar dengan peradaban yang peninggalannya masih dapat dinikmati hingga saat ini," ungkap Suhamono selaku produser di Dinas Kebudayaan DIY.
Ditambahkan Kepala PKKH UGM, Prof Faruk, naskah mengangkat tema 'Keistimewaan Yogyakarta sebagai Pijakan Pembangunan Karakter Bangsa' ini sudah dipersiapkan sejak pertengahan 2013. Naskah dibuat untuk mengimbangi Solo yang sudah berkali-kali membuat pentas raksasa. Namun, pentas kali ini tetap berupaya menanamkan nilai budaya untuk kebesaran Yogya.
"Drama kolosal ini bercerita tentang generasi muda yang harus menjadi pioner pembaharuan. Di dalamnya terdapat bagian yang menjelaskan suasana Indonesia dari zaman ke zaman, dan gambaran rakyat miskin. Karya ini juga mengingatkan, kalau ingin maju, ya jangan menunggu. Harus bergerak, "gumregah", baik sebagai individu atau DIY secara keseluruhan," tutur koordinator sutradara, Anes Prabu Sudjarwo.
Kasi Rekayasa Budaya bidang Nilai Budaya Disbud DIY, Drs H Agus Amarulloh MA, mengungkapkan, nilai yang bisa dikembangkan dari pentas tersebut adalah nilai kesetiaan, kebenaran, keadilan yang direpresentasikan tokoh-tokoh di dalamnya. Harapannya, generasi muda dapat menyerap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, mengingat di era gobalisasi seperti sekarang, nilai tersebut dibutuhkan untuk kembali membangun semangat gotong royong dan kebersamaan.
Tidak ada komentar: